ASKEP LUPUS ERITEMATOSUS
LAPORAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PENDERITA
LUPUS
ERITEMATOSUS
S1 KEPERAWATAN 2B
STIKes HARAPAN BANGSA PURWOKERTO
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat
dan phidayah-Nya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Laporan Asuhan
Keperawatan Pada Penderita
Lupus
Eritematosus”
dengan sebaik-baiknya.
Dalam penyusunan makalah ini, kami telah mengalami berbagai
hal baik suka maupun duka. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan selesai dengan lancar dan tepat
waktu tanpa adanya bantuan, dorongan, serta bimbingan dari berbagai pihak.
Sebagai rasa syukur atas terselesainya makalah ini, maka dengan tulus kami
sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu.
Dalam penyusunan makalah ini, kami
menyadari masih banyak kekurangan baik pada teknik penulisan maupun materi. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan dapat diterapkan dalam menyelesaikan
suatu permasalahan yang berhubungan dengan judul makalah ini.
Purwokerto,
20 Mei 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Systemic Erithematosus Lupus (SEL) atau yang biasa dikenal dengan istilah
Lupus adalah penyakit kronik atau menahun. SLE termasuk penyakit
collagen-vascular yaitu suatu kelompok penyakit yang melibatkan sistem
muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh darah yang mempunyai banyak manifestasi
klinik sehingga diperlukan pengobatan yang kompleks. Etiologi dari beberapa
penyakit collagen-vascular sering tidak diketahui tetapi sistem imun terlibat
sebagai mediator terjadinya penyakit tersebut
Penyakit LES merupakan salah satu penyakit yang masih awam ditelinga
masyarakat Indonesia. Namun, bukan berarti tidak banyak orang yang terkena
penyakit ini. Kementerian Kesehatan menyatakan lebih dari 5 juta orang di
seluruh dunia terdiagnosis penyakit Lupus. Sebagian besar penderitanya ialah
perempuan di usia produktif yang ditemukan lebih dari 100.000 setiap tahun. Di
Indonesia jumlah penderita penyakit Lupus secara tepat belum diketahui tetapi
diperkirakan mencapai jumlah 1,5 juta orang (Kementerian Kesehatan, 2012).
SLE dapat menyerang semua usia, namun sebagian besar pasien ditemukan pada
perempuan usia produktif. Sembilan dari sepuluh orang penderita lupus
(odapus) adalah wanita dan sebagian besar wanita yang mengidap SLE ini
berusia 15-40 tahun. Namun, masih belum diketahui secara pasti penyebab lebih
banyaknya penyakit SLE yang menyerang wanita.
SLE dikenal juga dengan penyakit 1000 wajah karena gejala awal penyakit ini
tidak spesifik, sehingga pada awalnya penyakit ini sangat sulit didiagnosa. Hal
tersebut menyebabkan penanganan terhadap penyakit lupus terlambat sehingga
penyakit tersebut banyak menelan korban. Penyakit ini dibagi menjadi tiga
kategori yakni discoid lupus, systemic lupus erythematosus, dan lupus yang
diinduksi oleh obat. Masing-masing kategori tersebut memiliki gejala, tingkat
keparahan serta pengobatan yang berbeda-beda.
Penderita SLE membutuhkan pengobatan dan perawatan yang tepat dan benar,
pengobatan yang diberikan haruslah rasional. Perawatan pada pasien SLE juga
harus diperhatikan, seperti mengurangi paparan sinar UV terhadap tubuh pasien.
Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman mengenai penyakit systemik
eritematosus lupus, pengertian tentang systemic lupus eritematosus, etiologi
dan faktor risiko, manifestasi klinis, patofisiologi, pathway, pemeriksaan
penunjang, komplikasi, dan penatalaksanaan (medis, keperawatan, diet) serta
asuhan keperawatan bagi penderita lupus.
Perkembangan
penyakit lupus meningkat tajam di Indonesia. Menurut hasil penelitian Lembaga
Konsumen Jakarta (LKJ), pada tahun 2009 saja, di RS Hasan Sadikin Bandung sudah
terdapat 350 orang yang terkena SLE (sistemic
lupus erythematosus). Hal ini disebabkan oleh manifestasi penyakit yang
sering terlambat diketahui sehingga berakibat pada pemberian terapi yang
inadekuat, penurunan kualitas pelayanan, dan peningkatan masalah yang dihadapi
oleh penderita SLE. Masalah lain yang timbul adalah belum terpenuhinya
kebutuhan penderita SLE dan keluarganya tentang informasi, pendidikan, dan
dukungan yang terkait dengan SLE. Manifestasi klinis dari SLE bermacam-macam
meliputi sistemik, muskuloskeletal, kulit, hematologik, neurologik,
kardiopulmonal, ginjal, saluran cerna, mata, trombosis, dan kematian janin
(Hahn, 2005).
B.
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi Lupus
Eritematosus.
2. Untuk mengetahui etiologi/penyebab Lupus
Eritematosus
3. Untuk mengetahui Varian Lupus Eritematosus
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis
pada klien Lupus Eritematosus
5. Untuk mengetahui patofisiologi
(pathway) Lupus Eritematosus
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang
pada klien Lupus Eritematosus
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan
medis, keperawatan dan diet pada klien Lupus Eritematosus
8. Untuk mengetahui komplikasi klien
dengan Lupus
Eritematosus
C.
Manfaat Penulisan
1. Pembaca mengetahui definisi Lupus
Eritematosus
2. Pembaca mengetahui etiologi/penyebab
Lupus
Eritematosus
3. Pembaca mengetahui Varian Lupus Eritematosus
4. Pembaca mengetahui manifestasi
klinis pada klien Lupus Eritematosus
5. Pembaca mengetahui patofisiologi
(pathway) Lupus Eritematosus
6. Pembaca mengetahui pemeriksaan
penunjang pada klien Lupus Eritematosus
7. Pembaca mengetahui penatalaksanaan
medis, keperawatan dan diet pada klien Lupus Eritematosus
8. Pembaca mengetahui komplikasi klien
dengan Lupus
Eritematosus
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
DEFINISI
·
Lupus Eritematosus adalah
suatu penyakit autoimun kronik yang ditandai oleh terbentuknya
antibodi-antibodi terhadap beberapa antigen diri yang berlainan.
Antibodi-antibodi tersebut biasanya adalah IgG atau IgM dan dapat bekerja
terhadap asam nukleat pada DNA atau RNA, protein jenjang koagulasi, kulit, sel
darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Komplek antigen antibodi dapat
mengendap di jaringan kapiler sehingga terjadi reaksi hipersensitivitas III,
kemudian terjadi peradangan kronik (Elizabeth, 2009).
·
Lupus Eritematosus merupakan penyakit yang menyerang sistem konektif dan vaskular (pembuluh
darah) (Suria Djuanda, 2005).
·
Lupus Eritematosus adalah
penyakit autoimun yang melibatkan berbagai organ dengan manifestasi klinis
bervariasi dari yang ringan sampai yang berat. Pada keadaan awal, sering sekali
sukar dikenal sebagai LES, karena manifestasinya sering tidak terjadi bersamaan
(Sylvia dan Lorraine, 1995).
B.
ETIOLOGI
a. Sampai saat ini penyebab LES
belum diketahui. Diduga faktor genetik, infeksi dan lingkungan ikut berperan
pada patofisiologi LES.
Kecenderungan terjadinya LES
dapat berhubungan dengan perubahan gen MHC spesifik dan bagaimana antigen
sendiri ditunjukkan dan dikenali. Wanita lebih cenderung mengalami LES
dibandigkan pria, karena peran hormon seks. LES dapat dicetuskan oleh stres,
sering berkaitan dengan kehamilan atau menyususi.
Pada beberapa orang, pajanan
radiasi ultraviolet yang berlebihan dapat mencetuskan penyakit. Penyakit ini
biasanya mengenai wanita muda selama masa subur. Penyakit ini dapat bersifat
ringan selama bertahn-tahun, atau dapat berkembang dan menyebabkan kematian
(Elizabeth, 2009).
b. Faktor Risiko
1) Faktor risiko genetik
Meliputi jenis kelamin (frekuensi pada wanita dewasa 8 kali lebih sering
daripada pria dewasa), umur (lebih sering pada usia 20-40 tahun), etnik, dan
faktor keturunan (frekuensinya 20 kali lebih sering dalam keluarga di mana
terdapat anggota dengan penyakit tersebut).
2) Faktor risiko hormon
Estrogen menambah risiko LES, sedang androgen mengurangi risiko ini.
3) Sinar ultraviolet
Sinar ultraviolet mengurangi supresi imun sehingga terapi menjadi kurang
efektif, sehingga LES kambuh atau bertambah berat. Ini disebabkan sel kulit
mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di tempat
tersebut maupun secara sistemik melalui peredaran di pemuluh darah.
4) Imunitas
Pada pasien LES terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransi terhadap sel
T.
5) Obat
Obat tertentu dalam presentasi kecil sekali pada pasien tertentu dan
diminum dalam jangka waktu tertentu dapat mencetuskan lupus obat (Drug Induced
Lupus Erythematosus atau DILE).
Jenis obat yang dapat menyebabkan lupus obat adalah:
a) Obat yang pasti menyebabkan
lupus obat: klorpromazin, metildopa, hidralasin, prokainamid, dan isoniazid.
b) Obat yang mungkin dapat menyebabkan lupus obat: dilantin,
peninsilamin, dan kuinidin.
c) Hubungannya belum jelas: garam emas, beberapa jenis antibiotik, dan
griseofulvin.
6) Infeksi
Pasien LES cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang-kadang penyakit ini
kambuh setelah infeksi.
7) Stres
Stres berat dapat mencetuskan LES pada pasien yang sudah memiliki
kecenderungan akan penyakit ini (Arif Mansjoer, 2000).
Varian lupus, yaitu:
1.
Lupus sistemik
Merupakan penyakit yang biasanya berbahaya, bahkan dapat fatal. Penyakit bersifat
multisistemik dan menyerang jaringan konektif dan vaskular.
2.
Lupus diskoid
Bersifat tidak berbahaya, menyebabkan bercak di kulit. (Suria Djuanda,
2005)
C.
MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis biasanya dapat
membingungkan, gejala yang palin sering adalah sebagai berikut:
a. Poliartralgia (nyeri sendi) dan artiritis (peradangan
sendi).
b. Demam akibat peradangan kronik
c. Ruam wajah dalam
pola malar (seperti kupu-kupu) di pipi dan hidung, kata Lupus berarti serigala
dan mengacu kepada penampakan topeng seperti serigala.
d. Lesi dan kebiruan
di ujung kaki akibat buruknya aliran darah dan hipoksia kronik
e. Sklerosis
(pengencangan atau pengerasan) kulit jari tangan
f. Luka di selaput
lendir mulut atau faring (sariawan)
g. Lesi berskuama di
kepala, leher dan punggung
h. Edema mata dan
kaki mungkin mencerminkan keterlibatan ginjal dan hipertensi
i. Anemia,
kelelahan kronik, infeksi berulang, dan perdarahan sering terjadi karena
serangan terhadap sel darah merah dan putih serta trombosit (Elizabeth, 2009).
D.
PATOFISIOLOGI
Genetik, Kuman,
Virus,
Lingkungan, Obat-obatan tertentu
Gangguan imunoregulasi
Antibodi yangberlebihan
Antibodi menyerang organ-organ tubuh (sel, jaringan)
Menimbulkan sel T supresor yang abnormal
Penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan
PENYAKIT LUPUS ERITEMATOSUS
Produksi antibodi secara terus menerus
Kulit
Peradangan kulit
Bercak pada kulit
Gatal-gatal pada
kulit
|
Mencetus penyakit inflamasi pada organ
|
Paru-paru
Peradangan pada
jaringan paru
|
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium yang di lakukan meliputi:
Pemeriksaan laboratorium yang di lakukan meliputi:
a. ANA (anti nucler
antibody). Tes ANA memiliki sensitivitas yang tinggi namun spesifisitas yang
rendah.
b. Anti dsDNA
(double stranded). Tes ini sangat spesifik untuk LES, biasanya titernya akan
meningkat sebelum LES kambuh.
c. Antibodi anti-S
(Smith). Antibodi spesifik terdapat pada 20-30% pasien.
d. Anti-RNP
(ribonukleoprotein), anti-ro/anti SS-A, antikoagulan lupus)/anti-SSB, dan
antibodi antikardiolipin. Titernya tidak terkait dengan kambuhnya LES.
e. Komplemen C3,
C4, dan CH50 (komplemen hemolitik)
f. Tes sel LE.
Kurang spesifik dan juga positif pada artritis reumatoid, sindrom sjogren,
skleroderna, obat, dan bahan-bahan kimia lain.
g. Anti ssDNA
(single stranded)
h. Pasien dengan
anti ssDNA positif cenderung menderita nefritis (Arif Mansjoer, 2000).
F.
PENATALAKSANAAN MEDIS
a.
Penatalaksanaan medis
Terapi dengan obat bagi penderita
SLE mencakup pemberian obat-obat:
1) Antiradang
nonstreroid (AINS)
AINS dipakai untuk mengatasi
arthritis dan artralgia. Aspirin saat ini lebih jarang dipakai karena memiliki
insiden hepatotoksik tertinggi, dan sebagian penderita SLE juga mengalami
gangguan pada hati. Penderita LES juga memiliki risiko tinggi terhadap efek
samping obat-obatan AINS pada kulit, hati, dan ginjal sehingga pemberian harus
dipantau secara seksama.
2)
Kortikosteroid
3) Antimalaria
Pemberian antimalaria
kadang-kadang dapat efektif apabila AINS tidak dapat mengendalikan
gejala-gejala LES. Biasanya antimalaria mula-mula diberikan dengan dosis tinggi
untuk memperoleh keadaan remisi. Bersihnya lesi kulit merupakan parameter untuk
memantau pemakaian dosis.
4)
Imunosupresif
Pemberian imunosupresif
(siklofosfamid atau azatioprin) dapat dilakukan untuk menekan aktivitas
autoimun LES. Obat-obatan ini biasanya dipakai ketika:
a) Diagnosis pasti
sudah ditegakkan
b) Adanya
gejala-gejala berat yang mengancam jiwa
c) Kegagalan
tindakan-tidakan pengobatan lainnya, misalnya bila pemberian steroid tidak
memberikan respon atau bila dosis steroid harus diturunkan karena adanya efek
samping
d) Tidak adanya infeksi,
kehamilan dan neoplasma (Sylvia dan Lorraine, 1995).
b.
Penatalaksanaan keperawatan
Perawat menemukan pasien SLE pada
berbagai area klinik karena sifat penyakit yang homogeny. Hal ini meliputi area
praktik keperawatan reumatologi, pengobatan umum, dermatologi, ortopedik, dan
neurologi. Pada setiap area asuhan pasien, terdapat tiga komponen asuhan
keperawatan yang utama.
1) Pemantauan
aktivitas penyakit dilakukan dengan menggunakan instrument yang valid, seperti
hitung nyeri tekan dan bengkak sendi (Thompson & Kirwan, 1995) dan
kuesioner pengkajian kesehatan (Fries et al, 1980). Hal ini member indikasi
yang berguna mengenai pemburukan atau kekambuhan gejala.
2) Edukasi sangat
penting pada semua penyakit jangka panjang. Pasien yang menyadari hubungan
antara stres dan serangan aktivitas penyakit akan mampu mengoptimalkan prospek
kesehatan mereka. Advice tentang keseimbangan antara aktivitas dan periode
istirahat, pentingnya latihan, dan mengetahui tanda peringatan serangan, seperti
peningkatan keletihan, nyeri, ruam, demam, sakit kepala, atau pusing, penting
dalam membantu pasien mengembangkan strategi koping dan menjamin masalah
diperhatikan dengan baik.
3) Dukungan
psikologis merupakan kebutuhan utama bagi pasien SLE. Perawat dapat memberi
dukungan dan dorongan serta, setelah pelatihan, dapat menggunakan ketrampilan
konseling ahli. Pemberdayaan pasien, keluarga, dan pemberi asuhan memungkinkan
kepatuhan dan kendali personal yang lebih baik terhadap gaya hidup dan
penatalaksanaan regimen bagi mereka (Anisa Tri U., 2012).
c. Penatalaksanaan diet
Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien
memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adalah yang
mengandung cukup kalsium, rendah lemak, dan rendah garam. Pasien disarankan
berhati-hati dengan suplemen makanan dan obat tradisional.
Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga diperlukan
untuk mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi tidak boleh
berlebihan karena lelah dan stress sering dihubungkan dengan kekambuhan. Pasien
disarankan untuk menghindari sinar matahari, bila terpaksa harus terpapar
matahari harus menggunakan krim pelindung matahari (waterproof sunblock) setiap
2 jam. Lampu fluorescence juga dapat meningkatkan timbulnya lesi kulit pada
pasien SLE.
G.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi
pada penderita adalah sebagai berikut:
a. Gagal ginjal
adalah penyebab tersering kematian pada penderita LES. Gagal ginjal dapat
terjadi akibat deposit kompleks antibodi-antigen pada glomerulus disertai
pengaktifan komplemen resultan yang menyebabkan cedera sel, suatu contoh reaksi
hipersensitivitas tipe III
b. Dapat terjadi
perikarditis (peradangan kantong perikadium yang mengelilingi jantung)
c. Peradangan
membran pleura yang mengelilngi paru dapat membatasi perapasan. Sering terjadi
bronkhitis.
d. Dapat terjadi
vaskulitis di semua pembuluh serebrum dan perifer.
e. Komplikasi susunan
saraf pusat termasuk stroke dan kejang. Perubahan kepribadian, termasuk
psikosis dan depresi dapat terjadi. Perubahan kepribadian mungkin berkaitan
dengan terapi obat atau penyakitnya (Elizabeth, 2009).
H.
PROGNOSA
Hingga saat ini penyakit lupus
tak dapat disembuhkan namun dapat dikendalikan. Tujuan pengobatan ialah untuk
mencegah timbul/kambuhnya gejala dan mencegah timbulnya komplikasi, berupa :
- Perubahan pola hidup, yaitu hindari terkena sinar matahari kalau perlu pakai sunscreen.
- Hindari kontak dengan zat kimia pemicu seperti silikon, air raksa dan pestisida
- Hindari pemakaian suplemen golongan “immune booster” seperti Echinacea
- Hindari pemakaian obat pemicu seperti procainamid, isoniazid, fenitoin, kinin dan hidralazin.
- Pemberian obat-obatan antara lain: golongan non-steroid anti-inflamasi (NSAID), kortikosteroid, imunosupresan, dan obat anti-malaria
Walaupun tidak dapat disembuhkan,
prognosis penderta penyakit lupus saat ini sudah semakin baik sebagai dampak
dari :
- Adanya perhatian masyarakat akan penyakit lupus.
- Keakuratan tes laboratorium yang mendukung diagnosis dini dan pemantauan berkala.
- Kemajuan penelitian yang menghasilkan obat yang lebih efektif dan aman juga sangat berperan menaikkan harapan dan kualitas hidup penderita.
ASUHAN KEPERAWATAN
(SESUAI TEORI)
A. PENGKAJIAN
KEPERAWATAN
1.
Riwayat Kesehatan
a.
Riwayat kesehatan dahulu
1.
Riwayat pemakaian obat-obatan
b.
Riwayat kesehatan sekarang
1.
Data Subjektif:
a. Dispneu
b. Mual - muntah
c. Ketidaknyamanan (lokasi,
karakteristik, lamanya)
2. Data Objektif
a. Kulit, lesi, integritas
terganggu
b. Bunyi napas
c. Kondisi mulut (sianosis pada
bibir)
d. Penurunan eliminasi urine
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran
TTV
b. Pengkajian kardiovaskuler
c. Nadi cepat, tekanan darah menurun
d. Pengkajian respiratori
e. Sesak nafas, takipneu, hipoksia, gagal nafas.
f. Eritema pada wajah dan badan, wajah sembab, terdapat edema
palpebra, sianosis pada bibir.
g. Pengkajian hematologik
h. Pengkajian muskuloskeletal
i. Pengkajian renal
j. Pengkajian Neurologik
4. Kaji status nutrisi
5. Kaji adanya pengetahuan tentang penyakit, cara perawatannya dan
sebaginya.
A. DIAGNOSA
a. Kerusakan itegritas kulit berhubungan
dengan kerusakan lapisan kulit
b. Pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan dispnea
c. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun
C. INTERVENSI
i. Kerusakan
integritas kulit b.d kerusakan lapisan kulit
NOC
: Tissue Integrity: Skin & Mucous Membranes
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan kepewatan diharapkan kerusakan kulit
berkurang/ hilang dengan
criteria hasil :
1.
Tidak ada eritema
pada kulit
2.
Tekstur dan
ketebalan jaringan normal
3.
Perfusi jaringan
normal
4.
Tidak ada tanda
atau gejala infeksi
5.
Tidak ada lesi
6.
Tidak terjadi
nekrosis
Skala
penilaian NOC :
1. Bisa dikompromi
2. Signifikan bisa dikompromi
3. Cukup bisa dikompromi
4. Agak bisa dikompromi
5. Tidak bisa dikompromi
NIC
: Skin Surveillance
Intervensi
:
1. Monitor warna dan suhu kulit
2. Monitor kulit dan membran mukosa pada area yang memar
atau mengalami kerusakan
3. Monitor ruam dan abrasi pada kulit
4. Monitor terjadinya infeksi khususnya pada area edema
5. Dokumentasikan perubahan membran mukosa dan kulit
6. Instruksikan keluarga tentang tanda kerusakan kulit
NIC : Skin Care: Topical Treatments
1. Bersihkan kulit
dengan sabun antibakteri
2. Pijat disekitar
area infeksi
3. Jaga kasur tetap
bersih dan kering
4. Ajarkan toilet
hygiene
5. Gunakan
antibiotik topical disekitar luka.
II.
Pola nafas tidak efektif b.d dispnea
NOC
: Respiratory status : ventilation
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas efektif dengan
criteria hasil :
1.
RR dengan batas normal
2.
Irama nafas normal
3.
Tidak ada dispnea
4.
Suara perkusi
normal
5.
Tidak ada traktil
fremitus
6.
Kapasitas vital
normal
Skala penilaian NOC :
1.
Berada pada batas
normal
2.
Signifikan berada
pada batas normal
3.
Cukup berada pada
batas normal
4.
Agak berada pada
batas normal
5.
Tidak berada pada
batas normal
NIC : Oxygen therapy
Intervensi :
1. Bersihkan mulut dan
hidung dan secret trachea
2. Pertahankan jalan nafas
yang paten
3. Atur peralatan
oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
NIC : Vital sign monitoring
Intervensi :
1. Monitor TD, nadi, suhu
da RR
2. Monitor frekuensi dan
irama pernafasan
3. Monitor suhu, warna dan
kelembaban kulit
III.
Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan
aktif
NOC
: Fluid balace
Tujuan
: setalah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan terjadi keseimbangan cairan
dengan criteria hasil :
1. TD
normal
2. Keseimbangan
masukan dan haluaran selama 24 jam
3. Berat badan seimbang
4. Turgor kulit normal
5. Membrane
mukosa normal
6. Turgor
kulit baik
Skala
penilaian NOC :
1. Bisa dikompromi
2. Signifikan bisa dikompromi
3. Cukup bisa dikompromi
4. Agak bisa dikompromi
5. Tidak bisa dikompromi
NIC
: Fluid management
Intervensi
:
1. Timbang popok jika diperlukan
2. Pertahankan intake dan
output
3. Monitor status hidrasi
4. Monitor TTV
5. Dorong kluarga untuk
membantu pasien makan
IV.
Gangguan citra tubuh b.d penyakit.
NOC
: Self esteem
Tujuan
: setalah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan akan timbul rasa percaya diri
dengan criteria hasil :
1. Dapat menerima kekurangan pada diri sendiri
2. Dapat membuka komunikasi
3. Menerima kritik yang membangun
4. Dapat mempertahankan kontak mata
5. Dapat merasakan akan kelayakan diri
6. Dapat mempertahankan postur tubuh dengan tegak
Skala penilaian NOC :
1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang-kadang
4. Sering
5. Selalu
NIC
: Self Esteem Enhancement
Intervensi
:
1. Dorong kontak mata pada saat berkomunikasi dengan orang lain
2. Dorong pasien untuk menguatkan identitas
3. Buatlah pernyataan positiv kepada pasien
4. Ajarkan keluarga untuk mengakui prestasi anaknya
5. Monitor tingkatan kepercayaan diri setiap waktu.
V.
Resiko infeksi b.d penurunan imun
NOC
: Immune status
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan kepewatan diharapkan tidak terjadi infeksi dengan
criteria hasil :
a. Status
gastrointestinal normal
b. Status
respirasi normal
c. Suhu tubuh normal
d. Integritas kulit normal
e. Tidak
menunjukan kelemahan
f. Menunjukan
kekebalan tubuh
Skala
penilaian NOC :
1. Tidak
pernah menujukan
2. Jarang
menunjukan
3. Kadang
menunjukan
4. Sering
menunjukan
5. Selalu
menunjukan
NIC
: Imunisation / vaccination administration
Intervensi
:
1. Ajarkan orang tua untuk mengikuti jadwal
vaksinasi
2. Ajarkan keluarga untuk melakukan
vaksinasi seperti kolera, influenza, rabies, demam typhoid, tifus, TBC.
3. Sediakan informasi mengenai imunisasi
4. Pantau pasien setelah mendapat imunisasi
5. Identifikasi kontra indikasi dari
pemberian imunisasi seperti panas.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. D DENGAN LUPUS
ERITEMATOSUS DI RSUD BANYUMAS
A.
Ilustrasi Kasus
Pada tanggal 20 Maret 2015 pasien Tn. D sedang menjalankan rawat inap di
ruang Menur RSUD Banyumas karena alergi, gatal-gatal pada kulit, terdapat
eritema pada wajah dan badan. Wajah pasien sembab, terdapat edema palpebra,
sesak napas, sianosis pada bibir. Pasien Tn D saat dilakukan vital sign TD 80/
60 mmHg, nadi 118 x/ menit, RR 30 x/ menit, suhu 35.7derajat celcius. Akral
dingin. Penurunan kesadaran GCS 10 pasien Tn D masuk rawat inap dikarenakan
memiliki riwayat minum obat analgetic yang dibeli di warung dan habis makan
pepes tongkol 3 jam yang lalu. Pasien telah dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan
hasil trigliserida 336 ml/ dl, UREUM 228 ul/ dl, cretine 25 ul/ dl, Hb : 11
gr%. Gambaran darah tepi basofil : 3, neutrofil : 1, monosit : 2, eosinofil : 8
pasien mengeluh mual dan sudah muntah > 6x. Produksi urine 400 cc/ 24 jam.
Different diagnosa dari dokter yaitu alergic suspek syok anafilaktik. Dokter
menyarankan untuk cek imunoglobulin E. Terapi yang diberikan injeksi Stabixin
2x1 gram, injeksi medixon 2x125 mg. Omeprazol 2x1 ampul. Vitamin c 2x1 ampul.
Oksigen 3 liter/ menit.
B.
PENGKAJIAN
1) IDENTITAS KLIEN
N a m a : Tn. D
Tempat/Tgl.Lahir : Banyumas, 15/4/1974
Tanggal Masuk RS : 20 Maret 2015
Umur : 41 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat :
Banjaranyar RT 03/07, Ajibarang
Pendidikan : SMP
Sts. Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
2) 11 Fungsi Gordon :
1.
Pola persepsi dan
pemeliharaan kesehatan
a.
Persepsi terhadap
penyakit : -
2.
Pola Nutrisi Dan
Metabolisme
a.
Diet/ supplement Khusus
: -
b.
Intruksi Diet
Sebelumnya : -
c.
Nafsu Makan (Normal,
Meningkat, Menurun) : Menurun
d.
Penrunan Sensasi Kecap,
Mual-Muntah, stomatitis : Muntah (
>6x )
e.
Fluktuasi BB 6 Bulan
Terakhir (Naik/ Turun) : Turun
f.
Kesulitan Menelan
(Disfagia) : Tidak
g.
Gigi (Lengkap/ tidak,
Gigi palsu) : Lengkap 32 buah
h.
Frekuensi Makan : 3 X Sehari
i.
Jenis Makanan :
Nasi Sayur
j.
Pantangan atau Alergi : -
3.
Pola eliminasi
a.
Buang Air Besar (BAB)
b.
Frekuensi : 4 X Sehari Waktu : Pagi
c.
Warna : kekuningan
d.
Kesulitan (Diare,
Konstipasi, Inkontinensia) : -
e.
Buang Air Kecil (BAK)
f.
Frekuensi : 5 X Sehari Warna : Kekuningan
g.
Kemampuan Perawatan
Diri
0 = mandiri
1 = dengan alat bantu
2 = dibantu orang lain
3 = dibantu orang lain
dan peralatan
4 = ketergantungan /
ketidak mampuan
Kegiatan / Aktivitas
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
Makan Dan Minum
|
√
|
||||
Berpakain Dan Berdandan
|
√
|
||||
Toileting
|
√
|
||||
Mobilisasi Ditempat Tidur
|
√
|
||||
Berpindah
|
√
|
||||
Berjalan
|
√
|
||||
Menaiki Tangga
|
√
|
||||
Berbelanja
|
-
|
||||
Memasak
|
-
|
||||
Pemeliharaan Rumah
|
√
|
4.
Alat Bantu (Pispot,
Tongka, Kursi roda)
a. Kekuatan
Otot : 5
b. Kemampuan
ROM : Terbatas
1. Pola
istirahat dan Tidur
Lama Tidur : 8 Jam / hari
Waktu : Jam 21.00
Kebiasaan Menjelang Tidur :
Menonton TV
Masalah Tidur / Insomnia : -
2. Pola
Kognitif Dan Persepsi
Status Mental (Sadar / Tidak,
Orientasi Baik / Tidak) : Sadar
Bicara : Normal ( √ )
Gagap ( ) Aphaksia Ekpresif ( )
Kemampuan Berkomunikasi : Ya ( √ )
Tidak ( )
Kemampuan Memahami : Ya ( √ )
Tidak ( )
Tingkat Ansietes : Ringan ( )
Sedang ( √ ) Berat (
) Panik (
)
Pendengran : DBN ( √ )
Tuli ( ) Kanan / Kiri, Tinitis ( ) Alat Bantu Dengar ( )
Penglihatan (DBN, Buta, Katarak,
Kacamata, Lensakontak, DLL) : Normal
3. Persepsi
Diri dan Konsep Diri
Perasaan Klien Tentang Masalah
Kesehatan : -
4. Pola
Peran Hubungan
Sistem Pendukung : Pasangan ( ), Tetangga ( ), Keluarga Serumah ( √ ), Keluarga Tinggal Berjauhan ( ).
Masalah Keluarga Berkenaan Dengan
Perawatan RS : Setuju
Kegiatan Sosial : gotong royong
5. Pola
Seksual dan Reproduksi
Tanggal Menstruasi Terakhir (TMA) :
-
Masalah Menstruasi : -
6. Pola
Koping dan Toleransi Stress :
Perhatian Utama Tentang Perawatan
Di RS Atau Penyakit ( Finansial, Perawatan Diri ) : finansial
Penggunaan Obat Untuk Menghilangkan
Stress : tidak
Keadaan Emosi Dalam Sehari – Hari
(Santai/Tegang) : santai
7. Keyakinan
Dan Kepercayaan
Agama : islam
Pengaruh Agama Dalam Kehidupan : berpengaruh positif
3) (Pengkajian Head To Toe)
a. Kepala :
1. Bentuk : Mecocepalus
2. Lesi / Luka : Tidak ada
b. Rambut :
1. Warna : Hitam
2. Kelainan : -
c. Mata
1. Penglihatan : Normal
2. Sclera : Ikterik
3. Konjungtiva : Normal
4. Pupil : Unisokor
d. Hidung
1. Penciuman : Normal
2. Secret / Darah / Polip: -
3. Tarikan Cuping Hidung : Tidak Ada
e. Telinga
1. Pendengaran : Normal
2. Secret / Cairan / Darah : -
f. Mulut & gigi
1. Bibir : Sianosis
2. Gusi : -
3. Mulut dan Tenggorok : -
4. Gigi : Lengkap 32
g. Leher
1. Pembesaran Tyroid : Tidak
2. Lesi : Tidak Ada
3. Nadi Karotis : Teraba
h. Thorax
1. Jantung
1. HR : 118 x /menit
2. Inspeksi : Tidak Ada Lesi
3. Palpasi : Normal
4. Perkusi : Jantung terletak di
interkosta 3 sampai 5
5. Auskultasi : Sonor
2. Paru-paru
1. Irama nafas : teratur
2. Inspeksi : tidak ada lesi
3. Palpasi : vocal fremitus normal
4. Perkusi : Normal
5. Auskultasi : vesikuler
3. Abdomen
1. Peristaltic usus : -
2. Kembung : tidak
3. Ascites : tidak
4. Inspeksi : tidak ada lesi
5. Auskultasi : timpani
6. Perkusi : tidak ada kaku abdomen
7. Palpasi : -
4.
Kulit
1.
Turgor : > 3 detik
2.
Warna kulit : sawo matang
5.
Ekstremitas
1.
Kekuatan otot : 5
2.
ROM : terbatas
3.
Akral : dingin
4.
Capillary refill time : > 3 detik
4) Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium)
: trigliserida
336 ml/ dl, UREUM 228 ul/ dl, cretine 25 ul/ dl, Hb : 11 gr%. Gambaran darah
tepi basofil : 3, neutrofil : 1, monosit : 2, eosinofil : 8
5) Program terapi : diberikan injeksi Stabixin 2x1 gram, injeksi medixon 2x125 mg. Omeprazol
2x1 ampul. Vitamin c 2x1 ampul. Oksigen 3 liter/ menit.
5)
C.
PATHWAY KEPERAWATAN
Genetik, Kuman,
Virus,
Lingkungan, Obat-obatan tertentu
Gangguan imunoregulasi
Antibodi yangberlebihan
Antibodi menyerang organ-organ tubuh (sel, jaringan)
Menimbulkan sel T supresor yang abnormal
Penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan
PENYAKIT LUPUS ERITEMATOSUS
Produksi antibodi secara terus menerus
Kulit
Peradangan kulit
Bercak pada kulit
Gatal-gatal pada
kulit
|
Mencetus penyakit inflamasi pada organ
|
Paru-paru
Peradangan pada
jaringan paru
|
D.
ANALISI DATA
NO
|
DATA SENJANG
|
PROBLEM
|
ETIOLOGI
|
1.
|
DS :
1. Pasien terkena
alergi
2.
Pasien mengatakan gatal-gatal pada kulit
DO :
1. Terdapat
eritema pada wajah dan badan
2. Wajah sembab
3. Terdapat
edema palpebra
|
Kerusakan
integritas kulit (00046)
|
1. Kerusakan
lapisan kulit
2. Gangguan permukaan
kulit
|
2.
|
DS :
1. Pasien merasakan
sesak napas
DO :
1. RR 30 x/
menit
2. Sianosis pada
bibir
|
Gangguan
Pertukaran Gas (00030)
|
1. Pernapasan
abnormal
2. Dispnea
3. Takikardia
|
3.
|
DS :
1. Pasien mengatakan
mual dan mengatakan sudah muntah > 6 x
DO :
1. TD 80/ 60
mmHg
2. Produksi
urine 400 cc/ 24 jam
3. Nadi 118 x/
menit
|
Kekurangan
Volume Cairan (00027)
|
1. Penurunan
tekanan darah
2. Penurunan
keluaran urine
3.
Peningkatan frekuensi nadi
|
E.
DIAGNOSA KEPERAWATAN PRIORITAS
1. Kerusakan
integritas kulit b.d kerusakan lapisan kulit
2. Gangguan pertukaran
gas b.d dispnea
3. Kekurangan
Volume Cairan b.d kehilangan cairan aktif
F.
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO
|
DX KEP
|
TUJUAN
|
INTERVENSI KEP
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
1.
|
Kerusakan
integritas kulit b.d kerusakan lapisan kulit
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan kerusakan kulit berkurang atau hilang
Dengan kriteria hasil : (Tissue
Integrity: Skin & Mucous Membranes 1101)
1.
Tidak ada
eritema pada kulit
2.
Tekstur dan
ketebalan jaringan normal
3.
Perfusi jaringan
normal
4.
Tidak ada
tanda atau gejala infeksi
5.
Tidak ada
lesi
6.
Tidak
terjadi nekrosis
Ket :
1. Bisa dikompromi
2. Signifikan bisa dikompromi
3. Cukup bisa dikompromi
4. Agak bisa dikompromi
5. Tidak bisa dikompromi
|
Monitoring
:
1. Monitor warna dan suhu kulit
2. Monitor kulit dan membran mukosa pada area yang memar
atau mengalami kerusakan
3. Monitor ruam dan abrasi pada kulit
4. Monitor terjadinya infeksi khususnya pada area edema
Intervensi
mandiri perawat :
1. Kaji adanya alergi obat
2. Bersihkan
area kulit yang mengalami gangguan
Pendidikan
Kesehatan :
1. Anjurkan pasien untuk menjaga
kebersihan di area sekitar edema
2. Beri tahu
klien agar menghindari paparan matahari langsung
Kolaboratif
:
1. Pemberian
injeksi Stabixin 2x1 gram
|
2.
|
Gangguan
pertukaran gas b.d dispnea
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan napas menjadi normal
Dengan kriteria hasil : (Respiratory
Status: Ventilation 0403)
1.
RR dengan batas
normal
2.
Irama nafas normal
3.
Tidak ada
dispnea
4.
Suara
perkusi normal
5.
Tidak ada traktil fremitus
6.
Kapasitas
vital normal
Ket :
1.
Berada pada
batas normal
2.
Signifikan
berada pada batas normal
3.
Cukup berada
pada batas normal
4.
Agak berada
pada batas normal
5.
Tidak berada
pada batas normal
|
Monitoring :
1.
Monitor
TD, nadi, suhu da RR
2.
Monitor
frekuensi dan irama pernafasan
3.
Monitor
suhu, warna dan kelembaban kulit
Intervensi mandiri perawat :
1. Kaji paru klien dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi
2. Posisikan
klien dalam posisi fowler untuk memperlancar jalannya napas
Pendidikan Kesehatan :
1. Ajarkan
treatment terapi napas yang baik
2. Anjurkan klien untuk
tidak melakukan aktifitas yang terlalu
berat
Kolaboratif :
1.
Kolaborasi dengan dokter tentang pemeriksaan
X-Ray dada klien
2.
Pemberian oksigen 3 liter/ menit.
3. Pemberian
injeksi medixon 2x1 gram
|
3.
|
Kekurangan Volume Cairan b.d
kehilangan cairan aktif
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan volume cairan akan terpenuhi
Dengan
kriteria hasil : (Fluid balance
0601)
1.
TD normal
2.
Keseimbangan masukan
dan haluaran selama 24 jam
3.
Berat badan
seimbang
4.
Turgor kulit
normal
5.
Membrane mukosa
normal
6.
Turgor kulit baik
Ket :
1.
Bisa
dikompromi
2.
Signifikan
bisa dikompromi
3.
Cukup bisa
dikompromi
4.
Agak bisa
dikompromi
5.
Tidak bisa
dikompromi
|
Monitoring :
1. Monitor berat badan
2. Monitor
pemasukan dan pengeluaran
3. Monitor
membran mukosa, turgor kulit, dan haus
4. Monitor TD,
denyut jantung dan RR
5. Monitor warna
dan kuantitas urin
Intervensi mandiri perawat :
1. Kaji
kebutuhan cairan
2. Kaji adanya resiko
dehidrasi
Pendidikan Kesehatan :
1. Anjurkan
klien untuk memberitahukan kepada perawat atau pihak keluarga apabila merasa
haus
Kolaboratif :
1. Kolaborasi
dengan dokter tentang terapi cairan seperti infus dan terapi IV yang sesuai
|
G. IMPLEMENTASI
RASIONAL
|
IMPLEMENTASI
|
Indikator dari volume cairan sirkulasi.
|
Memantau tanda-tanda vital.
|
Indikator tidak langsung dari status cairan.
|
Mengkaji tugor kulit, membran mukosa, dan
rasa haus.
|
Mungkin dapat mengurangi keruskan integritas pada kulit
|
Memberikan obat yang sesuai :
Stabixin
|
Berguna untuk memperkirakan penyebab gangguan
integritas pada kulit
|
Memantau hasil pemeriksaan darah tepi
|
Mungkin dapat menambah volume cairan
|
Memantau pemasukan oral dan memasukan
cairan sedikitnya 2500 ml/ hari.
|
Bermanfaat dalam memperkirakan kebutuhan
cairan.
|
Memantau hasil pemeriksaan
laboratorium sesuai indikasi mis: Hb/ Ht, Elektolit serum/urine, BUN/
Kreatinin.
|
Mengurangi insiden muntah
|
Memberikan obat-obatan sesuai indikasi: Omeprazole
|
Bermanfaat untuk mempertahankan imunitas
tubuh
|
Memberikan Vitamin, imunisasi
|
Mungkin bisa untuk memperlancar pernafasan
klien
|
Memposisikan pasien pada posisi fowler/
semi fowler
|
H. EVALUASI
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
pada Tn. D
S
: Tn. D mengatakan
masih merasa sesak
napas dan mual sudah berkurang
O :
TTV sebagian dalam normal
a. TD : 80/ 60mmHg
b. N : 100 x/mnt
c. S : 35.7 derajat celcius
d. Sianosis pada
bibir melai berkurang
e. Akral mulai
terasa hangat
f. RR: 26 x/ menit
g. Masih terdapat
eritema pada wajah dan badan
h. Wajah masih
sembab, terdapat edema palpebra
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjut intervensi
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Lupus Eritematosus adalah
suatu penyakit autoimun kronik yang ditandai oleh terbentuknya
antibodi-antibodi terhadap beberapa antigen diri yang berlainan.
Antibodi-antibodi tersebut biasanya adalah IgG atau IgM dan dapat bekerja
terhadap asam nukleat pada DNA atau RNA, protein jenjang koagulasi, kulit, sel
darah merah, sel darah putih, dan trombosit
2. Etiologi: Sampai saat ini penyebab LES belum diketahui. Diduga faktor genetik,
infeksi dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi LES.
3. Varian
lupus: Lupus Sistemik dan lupus Diskoid
4. Manifestasi
klinis:
a. Poliartralgia (nyeri sendi) dan artiritis
(peradangan sendi).
b.
Demam akibat peradangan kronik
c. Ruam wajah dalam pola malar (seperti
kupu-kupu) di pipi dan hidung, kata Lupus berarti serigala dan mengacu kepada
penampakan topeng seperti serigala.
d. Lesi dan kebiruan di ujung kaki akibat
buruknya aliran darah dan hipoksia kronik
e. Sklerosis (pengencangan atau pengerasan)
kulit jari tangan
f. Luka di selaput lendir mulut atau faring
(sariawan)
g. Lesi berskuama di kepala, leher dan punggung
h. Edema mata dan kaki mungkin mencerminkan
keterlibatan ginjal dan hipertensi
i. Anemia, kelelahan kronik, infeksi berulang,
dan perdarahan sering terjadi karena serangan terhadap sel darah merah dan
putih serta trombosit (Elizabeth, 2009).
5. Pemeriksaan penunjang:
a. ANA (anti nucler antibody).
b. Anti dsDNA (double stranded).
c. Antibodi anti-S (Smith).
d. Anti-RNP (ribonukleoprotein),
e. Komplemen C3, C4, dan CH50 (komplemen
hemolitik)
f. Tes sel LE.
g. Anti ssDNA (single stranded)
h. Pasien dengan anti ssDNA positif cenderung
menderita nefritis (Arif Mansjoer, 2000).
6. a. Penatalaksanaan medis
1) Antiradang
nonstreroid (AINS)
2)
Kortikosteroid
3) Antimalaria
4)
Imunosupresif
b.
Penatalaksanaan keperawatan
c. Penatalaksanaan diet
7. Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita adalah sebagai
berikut:
a. Gagal ginjal
b. Dapat terjadi
perikarditis (peradangan kantong perikadium yang mengelilingi jantung)
c. Peradangan
membran pleura yang mengelilngi paru dapat membatasi perapasan. Sering terjadi
bronkhitis.
d. Dapat terjadi
vaskulitis di semua pembuluh serebrum dan perifer.
e. Komplikasi susunan
saraf pusat termasuk stroke dan kejang. (Elizabeth, 2009).
8. Prognosa: Hingga
saat ini penyakit lupus tak dapat disembuhkan namun dapat dikendalikan.
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Esther, dkk. 2009. Patofisiologi Aplikasi Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Djuanda, Adhi.
2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Edisi Keempat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Gusti Pandi Liputo. 2012. “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Imunologi Lupus”, (Online), (http://gustinerz.wordpress.com/2012/04/06/pdf-asuhan-keperawatan-lupus-les/,
diakses 5 Mei 2015).
Johnson, Marion, dkk. 2000. IOWA Intervention Project Nursing Outcomes Classifcation (NOC), Second edition. USA
: Mosby.
Lumenta, Nico A. dkk. 2006. Manajemen Hidup Sehat : Kenali Jenis
Penyakit dan Cara Penyembuhannya. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo
McCloskey, Joanne C. dkk. 1996. IOWA Intervention Project Nursing Intervention Classifcation (NIC), Second edition. USA
: Mosby.
Sutopo Widjaja.
2013. ”Penyakit Lupus (Lupus Eritematosus Sistemik)”, (Online), (http://dokita.co/blog/penyakit-lupus-lupus-eritematosus-sistemik/, diakses 6 Mei 2015).
Wilkinson, Judith
M. dkk. 2011. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC, Edisi
Sembilan. Jakarta: EGC
IG: seuri_17 or click this Instagram
Comments
Post a Comment